Label

Jumat, 02 Juni 2017

Beda, Kala Itu... #NulisRandom2017 #day2

Beberapa hari kemarin timeline media sosial ramai membahas AFI.
Who is she???
Saya pun baru tau selintas saja.
Ternyata dia seorang anak SMA yang konon katanya pintar membuat  tulisan "bagus". Salah satu postingannya yaitu berjudul "warisan" laku keras di pasaran. Mungkin itu juga titik puncaknya yang menjadikan dia banyak diundang media dan menjadi narasumber di salah satu kampus ternama di Indonesia. Seketika itu banyak yang mengelu-elukan dia, banyak yang pro dengan isi tulisannya, tak sedikit juga yang kontra.
Mereka yang menyatakan diri "ngefans" sama AFI menilai bahwa yang kontra adalah tim fanatik.
Padahal, bukan hanya orang fanatik saja yang kontra dengan isi tulisan warisan itu, lumayan banyak orang biasa pun, termasuk saya kurang setuju.
Oke..
Saya tidak punya kapasitas untuk menguliti isi tulisan Afi tentang warisan itu, satu yang saya rasa, hanya sebuah kekhawatiran, yaitu khawatir  anak sekolahan yang masih kosong, menelan mentah tulisan Afi, ngefans sama Afi, terbawa paham yang Afi tanam di tulisan itu, dan akhirnya pemahaman Afi semakin meluas...
Memangnya paham apa?
Ahhh... sangat mudah mencari tulisannya di internet.
Saya masih ingat saat masih sekolah dulu. Memiliki teman dekat berbeda agama. Saya main ke rumahnya, dia main ke rumah saya.
Saat saya main ke rumahnya, saya tidak pernah bertanya tentang kitab agamanya yang dia simpan di pinggir tempat tidur, tapi ketika santai di sekolah, dia pernah cerita kalau dia lagi punya pe-er harus menghafal kitab nya. Saya pun bercerita ke dia, kalau hafalan saya pun tidak pernah bertambah, dan kita tertawa bersama.
Lalu dia bercerita, "di kitab saya tuh semakin orang taat semakin mengutamakan makan sayuran loh, tidak makan makanan bernyawa, kalau di kamu gimana?"
Saya jawab "dikitab saya sih bernyawa atau tidak, boleh dimakan selama itu halal, hehe"
Saya juga pernah bertanya kepada dia saat dia membaca kitab nya di sekolah "wah.. Tebal banget, kamu harus menghafal itu semua?"
Dia jawab "ya minimal aku paham semua isinya, hehe"
Saat saya puasa, dia bekal cemilan dari rumahnya, bahkan terkadang dia tidak makan apa-apa, menunggu pulang saja katanya, dia pun bercerita dalam agamanya pun ada puasa tapi 40 hari (kalau saya tidak salah ingat).
Saat dia merayakan hari rayanya, saya tidak mengucapkan selamat hari raya, tapi dia memberikan makanan khasnya sambil dia bilang "tenang saja, halal ko, hehe" , dan sayapun sebaliknya, dia tidak mengucapkan selamat hari raya kepada saya saat lebaran, tapi saya berbagi kue khas juga kepada dia.
Saat saya dan dia melewati kuburan, lalu dia mengatakan
Dia : "tau tidak? Kenapa kuburan kita gede-gede?"...
Saya : " tidak..memangnya kenapa?
Dia : "karena, di kita, kalau seseorang meninggal, barang kesayangannya dimasukkan ke dalam kuburan, biar dia tidak mencari-cari barang kesayangannya, makanya kan di kita kalau seseorang mati tidak ada yang menghantui kaya di agama kamu, ada kuntilanak dan pocong, "
Saya : "oh gitu,, kalau barang kesayangannya mobil gimana?"
Dia : "dimasukin juga! Haha ya tidak laaaah..."
Kami pun tertawa
Saat saya dan dia melewati tempat ibadah nya.
Dia : "Minggu depan ada perayaan di sini, selalu ramai, seruuu, kalau kamu berkenan, datang saja, boleh kok."
Saya : "Waaaah pasti seru, saya pernah nonton tapi di televisi saja, hehe."
Dia : "Oia, agamamu kan katanya tidak memerbolehkan masuk tempat ibadah agama lain kan?."
Saya : "sejauh saya tau sih iya, hehe"
Dia : "yasudah, kamu tidak usah datang, nanti saya ceritakan saja yaaaa, hehe."
Begitulah pertemanan saya dengan teman berbeda agama.
Percakapan hanya seputar itu saja.
Tidak pernah dia atau saya bilang kalau semua agama baik.
Tidak pernah dia atau saya bilang agama saya paling benar, agama kamu salah, tapi kita biarkan keyakinan itu kita simpan masing-masing, tidak untuk diperbincangkan apalagi diperdebatkan. Karena saya yakin agama saya paling benar, dan saya yakin dia pun sama.
Tidak pernah dia atau saya bilang agama kamu kok begitu sih.
Saya dan dia memiliki pemahaman yang sama.
Bahwa toleransi bukan berarti ikut serta kegiatan atau keyakinan agama lain, bukan berarti membenarkan, menyalahkan atau bahkan mengakui keyakinan agama lain, melainkan kami saling membiarkan, memersilahkan, dan menghargai. Saya dengan keyakinan pada agama saya, dia dengan keyakinan agama dia.
Semoga kekhawatiran saya tidak akan pernah terjadi yaaaa.. (SY)

1 komentar: